NPM :21216196
Kelas : 2EB18
Perlindungan Konsumen
A. Perlindungan Konsumen
Berdasarkan
UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen
disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian
hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang
khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang
selalu merugikan hak konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta
perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan
mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan
atau dilanggar oleh pelaku usaha. Perlindungan konsumen yang dijamin oleh
undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan
kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai
dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian
hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum untuk memberdayakan
konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa
kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan
oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen. Di bidang perindustrian dan perdagangan
nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat
dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak
arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara,
sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar
negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak
mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau
jasayang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk
memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan
dan kemampuan konsum Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat
mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan
konsumen berada pada posisi yang lemah. Faktor utama yang menjadi kelemahan
konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini
terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu,
Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang
kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan
konsumen. Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk
mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan
konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya
perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang
dan/atau jasa yang berkualitas. Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan
Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada
pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan
penerapan sanksi atas pelanggarannya. Disamping itu, Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum
yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya
Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa undang-undang
yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
- Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
- Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
- Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
- Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
- Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
- Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
- Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
- Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
- Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
- Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World
AntiMonopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Serta Penyelesaian Sengketa
1.
Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
2.
Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sempurna
Sementara itu tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
adalah sbb :
·
Menjaga kepentingan umum dan
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·
Mewujudkan iklim usaha yang
kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin
adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,
menengah, dan kecil.
·
Mencegah praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
·
Menciptakan efektivitas dan
efisiensi dalam kegiatan usaha.
1.
Kegiatan yang Dilarang Anti
Monopoli
·
Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
·
Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
·
Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
·
Menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
·
Menghalangi konsumen atau
pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan
pelaku usaha pesaingnya;
·
Membatasi peredaran dan atau
penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
·
Melakukan praktik diskriminasi
terhadap pelaku usaha tertentu.
2.
Persengkongkolan
Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb :
Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb :
·
Dilarang melakukan
persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang
tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
·
Dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan rahasia perusahaan.
·
Dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
pelaku usaha pesaing dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan
menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas maupun kecepatan waktu yang
disyaratkan.
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila :
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila :
·
Berada dalam pasar bersangkutan
yang sama.
·
Memiliki keterkaitan yang erat
dalam bidang dan atau jenis usaha.
·
Secara bersama dapat menguasai
pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat menimbulkan praktik
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan,
dan pengambilalihan
Pelaku usaha yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
Pelaku usaha yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
Kegiatan yang
Dilarang dalam Monopoli
Dalam UU No.5 Tahun 1999 pasal 17 dan 24. Bila dalam
perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam
kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal, Pasal 28 UU Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal, Pasal 28 UU Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni
3. Penguasaan pasar
UU no.5 tahun 1999 Pasal 19, bahwa kegiatan yang dilarang
dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24
5.
Posisi Dominan Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24
Posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, akses pada pasokan, penjualan, barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila :
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila :
·
Berada dalam pasar bersangkutan
yang sama.
·
Memiliki keterkaitan yang erat
dalam bidang dan atau jenis usaha.
·
Secara bersama dapat menguasai
pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat menimbulkan praktik
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7.
Pemilikan saham Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.
Perjanjian yang Dilarang dalam Monopoli dan Persaingan Usaha
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut, ;
1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka :
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka :
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
·
Perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
·
Perjanjian yang mengakibatkan
pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus
dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
·
Perjanjian dengan pelaku usaha
pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
·
Perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual
atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih
rendah dari harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu, antara lain :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu, antara lain :
·
Harus bersedia membeli barang
dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok,
·
Tidak akan membeli barang dan
atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing
dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian
dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat .
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat .
Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan, yaitu
Pasal 50
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan, yaitu
Pasal 50
·
Perbuatan dan atau perjanjian
yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
·
Perjanjian yang berkaitan
dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak
cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia
dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
·
Perjanjian penetapan standar
teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi
persaingan;
·
Perjanjian dalam rangka
keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan
atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan;
·
Perjanjian kerja sama
penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
·
Perjanjian internasional yang
telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
·
Perjanjian dan atau perbuatan
yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan
pasar dalam negeri;
·
Pelaku usaha yang tergolong
dalam usaha kecil;
·
Kegiatan usaha koperasi yang
secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah
lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat
Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut :
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut :
·
Perjanjian yang dilarang,
·
Kegiatan yang dilarang,
·
Posisi dominan,
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di
masyarakat :
v Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price
taker.
v Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan
pilihan.
v Efisiensi alokasi sumber daya alam.
v Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas
seadanya
v Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan
kualitas dan layanannya.
v Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya
produksi.
v Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih
banyak.
v Menciptakan inovasi dalam perusahaan.
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan
penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada
tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal
yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar UU Anti Monopoli.
Pasal 48
Pasal 48
ü Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal
14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
ü Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal
15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana
penjara pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
ü Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa :
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa :
v Pencabutan izin usaha; atau
v Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau
komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun;
atau
v Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian pada pihak lain.
Penyelesaian sengketa
v Negoisasi
Negosiasi merupakan suatu
proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua
pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerja sama dan kompetisi.
v Mediasi
Mediasi adalah upaya
penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak
memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang
bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah
pihak.
v Arbitrase
Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar