Rabu, 02 Mei 2018

Membedakan PT dan CV dalam suatu usaha

Tugas Individu 
Aspek Hukum dan Ekonomi 

Disusun oleh: 
Nama: Aulia Fauzy  Pradana 
Kelas: 2eb18 
NPM: 21216196 


PT Bukaka Teknik Utama Tbk
Selanjutnya disebut 'Bukaka' atau 'Perseroan', didirikan pada tanggal 25 Oktober 1978 berdasarkan Akta Notaris Haji Bebasa Daeng Lalo, SH, No. 149 dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman RI melalui Surat Keputusan No. Y.A.5/242/7 tanggal 21 Mei 1979. Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan dimana perubahan terakhir di tahun 2011 adalah sehubungan dengan penurunan modal dasar, modal ditempatkan dan disetor penuh serta nilai nominal saham. Modal Dasar yang sebelumnya Rp2.000.000.000.000 diturunkan menjadi Rp1.352.000.000.000, terbagi atas 4.000.000.000 saham. Modal ditempatkan dan disetor diturunkan dari sebelumnya sebesar Rp1.320.226.000.000 menjadi Rp892.472.776.000. Penurunan modal disetor dilakukan melalui kuasi reorganisasi dengan cara menurunkan nilai nominal saham dari sebelumnya Rp500 menjadi Rp338 per saham. Perubahan ini telah diaktakan dengan Akta No. 20 tanggal 15 Desember 2011 oleh Notaris H. Fedris S.H., dan telah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No. AHU-08119.AH.01.02 tanggal 16 Februari 2012.  Dengan dukungan sumber daya manusia yang ahli di bidangnya, Perseroan turut berkontribusi terhadap percepatan pembangunan nasional melalui penyediaan produk dan layanan yang berkualitas terhadap sektor-sektor strategis, seperti energi, transportasi dan komunikasi. Perseroan juga didukung oleh entitas anak usahanya, PT Bukaka Mandiri Sejahtera (BMS) yang bergerak di bidang pertambangan, pengolahan dan perdagangan nikel serta PT Bukaka Energi (BE) yang bergerak di bidang pembangkit tenaga listrik. Komitmen Perseroan untuk mempersembahkan karya terbaiknya bagi bangsa melalui kemitraan strategis dengan banyak perusahaan terkemuka, termasuk dari mancanegara, membuahkan Sertifikasi ISO 9001 dan Sertifikasi dari American Petroleum Institute (API) untuk kegiatan jasa terkait minyak dan gas bumi tahun 1995. 

Produk yang terdapat di Bukaka Teknik Utama : Steel Tower, Steel Bridge, Road Construction Equipment, Special Purpose Venichle. 

Dalam Segi Produksi : produksi untuk  pabrik garbarata tersebut dalam satu bulan mampu membuat 8 unit dengan biaya produksi sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 6 miliar dan paling tinggi Rp 7 miliar sampai Rp 8 miliar. 

Dalam Segi Mesin atau Peralatan : 
yang ada di Bukaka Teknik Utama ini dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok peralatan kerja, pengelompokannya berdasarkan fungsi kerja dari masing-masing mesin, kelompoknya yaitu :

a) Lifting equipment. 
Hasil gambar untuk forklift bukaka


alat berat yang digunakan sebagai alat pengangkat dengan bebagai jenisberat beban maksimal yang mampu diangkat oleh alat tersebut. Digunakan untuk mengangkut bahan produksi yang sudah jadi.

b) Compressor equipment. 
Hasil gambar untuk compressor  bukaka 
Yang digunakan sebagai pembangkit listrik pada setiap perusahaan. 

c) Machining equipment.
Gambar terkait 
Mesin yang digunakan sebagai pencampuran untuk membuat asphalt atau pun pasir dan batu . 

d) Abrasive equipment

image
Mesin yang digunakan untuk memindahkan pasir dari tempat satu ke yang lainnya. 

e) Power tools equipment
Hasil gambar untuk Power tools equipment   bukaka

Segi Proses Produksi 
Pt BUKAKA menggunakan besi baja yang di supply dari perusahaan besi baja di indonesia . Dia hanya merakit atau menyambung kan besi baja tersebut menjadi Box Girder . 
Hasil gambar untuk pembuatan box girder pt bukaka

Dalam Jenis Produknya 


A. Steel Tower
Sebagai pionir dalam membuat dan membangun transmisi tegangan tinggi dan sangat tinggi di Indonesia, Perseroan memproduksi transmisi pertamanya dengan kapasitas 70kV dan 150 kV pada tahun 1981, dan double circuit tower dengan kapasitas 500 kV pada tahun 1984. Hingga tahun 2010, Perseroan telah menyelesaikan sejumlah proyek turn-key dengan kapasitas antara 70kV s/d 500 kV untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Di samping itu, Perseroan merupakan satu-satunya perusahaan di Asia Tenggara yang memiliki fasilitas uji coba tower berkapasitas hingga 500 kV. Perseroan juga berkontribusi dalam proyek turn-key tower telekomunikasi dan pembangunan shelter untuk memenuhi kebutuhan beberapa operator dan provider telco di Indonesia, baik untuk tipe tower curve dan pipe, serta pembangunan proyek turn-key untuk tower broadcast dengan ketinggian 220 m di Surabaya dan Semarang. Unit Usaha ini telah melayani permintaan dari beberapa perusahaan besar seperti PT SMART, PT Telkom Indonesia Tbk (Persero), Siemens, PT XL Axiata, PT Indosat Tbk, PT Tower Bersama, PT Daya Mitra, dan PT Protelindo.


B. Steel Bridge
Didirikan pada tahun 1996, unit usaha ini terkemuka dalam Engineering, Procurement, Fabrication, Finishing, Construction, Installation, dan Service. Pada awal tahun beroperasi, unit usaha ini menerima pemesanan pembuatan jembatan baja dengan ukuran panjang 30.740 meter, dan berhasil menjadi pionir dalam konstruksi truss bridge di Indonesia. Beberapa tahun kemudian, Perseroan secara persisten masuk kedalam market dan memposisikan perusahaan sebagai 4 besar produsen jembatan baja di Indonesia dalam waktu kurang dari lima tahun. Upaya yang persisten tersebut sejalan dengan pembuatan design jembatan terbaik dan produksi arch bridge di Kahayan, Kalimantan Tengah, pada tahun 2003.  Dengan komitmen yang kuat dalam peningkatan teknologi dan efisiensi dalam produk dan sistem, Perseroan telah memproduksi dan memasang banyak jembatan arch hampir di setiap wilayah Indonesia seperti Jembatan Pela dan Mahulu di Kalimantan Timur, Jembatan Kalahien dan Kahayan di Kalimantan Tengah, Jembatan Siak Tiga, Teluk Masjid dan Siak Empat di Pekanbaru, Riau. Beberapa pelanggan diantaranya adalah PT Hutama Karya (Persero), PT Waskita Karya Tbk (Persero), PT Adhi Karya Tbk (Persero), PT Pembangunan Perumahan Tbk (Persero), dan Departemen Pekerjaan Umum (PU). Jenisnya terdiri dari : Jembatan Grider, Box Grider , Pelengkung , Gantung , Panel.


C. Road Construction Equipment
Unit yang mulai beroperasi pada tahun 1980 ini, pada awalnya hanya memproduksi Asphalt Sprayer dan Stone Crusher. Kemudian berkembang dengan memproduksi peralatan konstruksi jalan seperti Asphalt Mixing Plant, Asphalt Patch Mixer, Tandem Vibration Roller, Slurry Seal, Asphalt Sprayer, Road Roller dan Stone Crusher, Vibratory Roller, serta Road Maintenance Truck. Dengan kapasitas produksi 50 unit per tahun, unit usaha ini telah melayani beberapa perusahaan yaitu PT Brantas Abipraya, PT Hutama Karya (Persero), PT Adhi Karya Tbk (Persero), PT Nindya Karya, Departemen Pekerjaan Umum (PU), dan beberapa perusahaan swasta lainnya.
Hasil gambar untuk road construction equipment bukaka

D. Special Purpose Venichle
Didirikan pada tahun 1978, unit usaha ini adalah pionir dalam pembuatan kendaraan peruntukan khusus (SPV) di Indonesia. Kendaraan yang diproduksi dijamin dengan supervisi yang tinggi terhadap keamanan dan kemudahan mekanisme operasional dan kontrol. Kualitas dari kendaraan yang diproduksi telah memenuhi standar nasional dan internasional, yaitu Regulasi Pemerintah Indonesia No. 11-1979, National Fire Protection Association (NFPA) - USA terutama NFPA 1901 Automotive Fire Apparatus, Japanese Industrial Standard (JSS) Piping, dan ISO 9001:2000 untuk Standard Quality Management System.Beberapa produk kendaraan yang diproduksi diantaranya Fire Fighting Truck, Aerial Telescopic Ladder, Vacuum Road Sweeper, Aerial Platform Articulating, Compactor Truck, Arm Roll Truck, Dump Truck, Water Tank Truck, Vacuum Truck, Fire Jeep, Wrecker Truck, Catering Truck, Stick Boom Crane Truck, and Service & Recondition of Fire Fighting Truck.
Hasil gambar untuk special purpose bukaka

Dalam Segi Modal Dan Saham 

Perseroan mencatatkan kembali (relisting) saham-sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 29 Juni 2015 dengan detil sebagai berikut:

Modal dasar : 3, 8 Triliun 
Nilai Nominal : Rp 388/saham
Jumlah saham tercatat : 2.640.452.000 lembar saham 
Modal ditempatkan & disetrokan penuh : Rp. 892.472.776.000
Harga saham pencatatan kembali: Rp590/saham 
Kapitalisasi pasar pencatatan kembali :Rp. 1.557.866.680.000 atau 1,57 Triliun


CV. WIRAKARYA ABADI 


Seiring dengan berkembang pesatnya pembangunan yang mencakup seluruh bidang baik Perkantoran, Perhotelan, Industri, Perumahan, Pusat – pusat Rekreasi, Pusat – pusat Perbelanjaan, dan lain – lain, maka CV. WIRAKARYA ABADI terpanggil untuk mengambil bagian menjawab tantangan dalam bidang Pekerjaan Sipil, guna mendukung dan memenuhi Owners, Users, Konsultan, Main Kontraktor maupun Kontraktor. Didirikannya CV. WIRAKARYA ABADI telah mengambil komitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap pelanggan dalam bentuk jasa yaitu :

1.       Konsultan Design ( Interior dan Eksterior )
2.       Kontraktor
3.       Supplier
Adapun bidang pekerjaan yang ditangani adalah sebagai berikut :
·         Pembangunan Gedung
·         Pembangunan Perumahan
·         Renovasi Gedung
·         Renovasi Perumahan
·         Interior Gedung
·         Interior Perumahan
·         Lain – lain
Kami memberikan solusi dari setiap permasalahan dan jawaban dari setiap pertanyaan yang menjadi bagian kami. Dengan Motto “ Memberikan Pelayanan Yang Terbaik ’’ CV. WIRATAMA KARYA MANDIRI diharapkan mampu memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sebagai Kontraktor.

Pada CV. WIRAKARYA ABADI modal yang digunakan adalah mungkin sama dengan 500 juta . 

Referensi 
http://wiratamakaryamandiri.blogspot.co.id/2013/11/profil-perusahaan_23.html http://www.bukaka.com/web/about/profil-singkat.html  

Jumat, 13 April 2018

Contoh kasus dan analisis Hukum Perdata dan Hukum Perikatan

Aspek Hukum dalam Ekonomi 
Hukum Perdata dan Hukum Perikatan 

Disusun Oleh: 
Nama: Aulia Fauzy Pradana
Npm: 21216196 
Kelas: 2EB18


A.  Contoh Kasus Hukum Perdata Batavia vs Garuda



Konflik yang terjadi antara PT. Metro Batavia dengan PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia merupakan salah satu contoh kasus wanprestasi. Kasus ini bermula ketika GMF memberikan biaya jasa kepada Batavia Air, seperti menambah angin ban dan penggantian oli pesawat. Sampai pada akhirnya, Batavia Air tidak juga melunasi biaya perawatan pesawat yang telah jatuh tempo sejak awal tahun 2008. GMF menuding Batavia telah melakukan wanprestasi sampai jatuh tempo. Total nilai utang yang seharusnya dilunasi oleh Batavia Air adalah sebesar 1,192 juta dollar AS.


Untuk menyelesaikan penagihan utang tersebut, GMF telah mengajukan gugatan perdata terhadap Batavia melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 25 September 2008. Pada tanggal 4 Maret 2009 lalu, untuk pertama kalinya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan sita jaminan terhadap pesawat terbang milik Batavia dengan surat penetapan sita jaminan Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. GMF menyita ketujuh pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200 dengan tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang berbeda. Agar gugatan tidak sia-sia, permohonan sita jaminan diajukan agar selama perkara berlangsung Batavia tidak memindahtangankan atau memperjualbelikan asetnya. Ketujuh pesawat Batavia berstatus sita jaminan sampai kewajibannya dilunasi. Batavia juga dihukum membayar sisa tagihan kepada GMF atas biaya penggantian dan perbaikan mesin bearing pesawat Batavia. Maskapai penerbangan itu terbukti melakukan wanprestasi terhadap pembayaran utang sebesar AS$ 256.266 plus bunga 6 persen per tahun terhitung sejak 17 November 2007. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menolak seluruh gugatan yang diajukan PT Metro Batavia terhadap GMF AeroAsia dalam perkara kerusakan dua engine berkode ESN 857854 dan ESN 724662. Keputusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 11 Maret 2009.


Meski ketujuh pesawat Batavia disita, pesawat Batavia masih bisa beroperasi selama masa sitaan di wilayah Indonesia. Karena apabila pesawat berada di luar negeri, pengadilan negeri tidak memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi. Hal itu untuk menjaga kepentingan transportasi umum tetap terlayani. Izin operasional ini masuk dalam penetapan sita jaminan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tertanggal 4 Maret 2009 yang diumumkan kuasa hukum Garuda, Adnan Buyung Nasution. Dalam hal ini berdasarkan Pasal 227 HIR dan Pasal 1131 KUHPerdata, semua jenis atau bentuk harta kekayaan debitur, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, menjadi tanggungan atau jaminan untuk segala utang debitur. Sita jaminan hanya dilarang terhadap hewan dan barang yang bisa digunakan untuk menjalankan pencaharian debitur. Pesawat terbang bisa dijadikan objek sita jaminan. Pesawat tidak dikategorikan sebagai barang yang diatur dalam Pasal 196 HIR, melainkan sebagai alat perdagangan.


Batavia melaporkan penyitaan kepada Departemen Perhubungan supaya dicatat, atas pesawat yang disita ke Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen Pehubungan Udara Departemen Perhubungan. Pencatatan itu terkait dengan identifikasi dan status pesawat agar sita jaminan tidak sia-sia, termasuk setiap perubahan terhadap pesawat selama dalam masa sitaan. Selain itu, Batavia harus merawat pesawat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Majelis hakim membebankan biaya perawatan itu ke Batavia.


ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus wanprestasi antara PT. Metro Batavia dan PT. Garuda Maintanence Facility yang sudah dibahas sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan sita jaminan terhadap pesawat terbang milik Batavia dengan surat penetapan sita jaminan Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. GMF menyita ketujuh pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200 dengan tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang berbeda. Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan penerapan Pasal 227 HIR, Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 196 HIR?

Di dalam Pasal 227 HIR disebutkan bahwa “Jika ada sangka beralasan bahwa Tergugat akan menggelapkan atau memindahtangankan barang miliknya dengan maksud akan menjauhkan barang tersebut dari Penggugat, maka atas permohonan Penggugat Pengadilan dapat memerintahkan agar diletakkan sita atas barang tersebut untuk menjaga/menjamin hak Penggugat”. Isi pasal tersebut, sesuai dengan permohonan sita jaminan yang diajukan PT. GMF agar selama perkara berlangsung, Batavia tidak memindahtangankan atau memperjualbelikan asetnya.
Pasal 1311 KUHPerdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perserorangan. Pihak GMF sejak semula telah meminta kepada Batavia Air agar hartanya,  yaitu tujuh pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200 dengan tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang berbeda, secara khusus dijadikan jaminan pembayaran utang. Sehingga apabila dikemudian hari pada saat jatuh tempo PT. Batavia Air  tidak dapat menepati janjinya untuk membayar atau melunasi utangnya maka harta tergugat tersebut dapat dieksekusi oleh penggugat melalui prosedur tertentu.
Pasal 196 HIR menyatakan bahwa jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka fihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil fihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Berdasarkan kasus wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Batavia terhadap PT. GMF dan analisis kasus yang sesuai dengan Pasal 227 HIR, Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 196 HIR, maka kami menyatakan bahwa kasus wanprestasi GMF terhadap Batavia dibenarkan untuk melakukan sita jaminan sampai Batavia dapat melunasi utang 

B. CONTOH KASUS PERIKATAN (PT. SENTRA BISNIS) 

Awalnya, telah dibuka dan disewakan untuk pertokoan di PT Sentra Bisnis. pihak pengelola memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat Depok. Sumardi adalah salah satu diantara pedagang yang menerima ajakan PT  Sentra Bisnis, yang tinggal di Bekasi. Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 758,98 M2 Lantai I itu untuk menjual barang elektronik dengan nama Master Electronik.  6 bulan berlalu Sumardi menempati ruko itu, pengelola mengajak Sumardi membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruko, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.  Sumardi bersedia membayar semua kewajibannya pada PT Sentra Bisnis, tiap bulan terhitung sejak Mei 2008 s/d 30 April 2008 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 19 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.  Kesepakatan antara pengelola PT Sentra Bisnis dengan Sumardi dilakukan dalam Akte Notaris Ahmad Sukur No. 26 Tanggal 12/10/2008.


Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Sumardi ternyata tidak pernah dipenuhi, Sumardi menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola tidak pernah dipedulikannya.  Bahkan menurutnya, Akte No. 26 tersebut, tidak berlaku karena pihak PT. Sentra Bisnis telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran.  Hanya sewa ruangan, menurut Sumardi akan dibicarakan kembali di akhir tahun 2008.  Namun pengelola berpendapat sebaliknya.  Akte No. 26 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut. Hingga 10 Maret 2009, Sumardi seharusnya membayar Rp. 18.756.879,33 kepada PT Sentra Bisnis.  Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Sumardi tetap berkeras untuk tidak membayarnya.  Pengelola, yang mengajak Sumardi meramaikan pertokoan itu. Pihak pengelola menutup Master Electronik secara paksa.  Selain itu, pengelola menggugat Sumardi di Pengadilan Negeri Depok.

Analisis kasus

      
Setelah pihak PT Sentra Bisnis mengajak Sumardi untuk  berjualan di komplek pertokoan di pusat kota Depok, maka secara tidak langsung PT Sentra Bisnis telah melaksanakan kerjasama kontrak dengan Sumardi yang dibuktikan dengan membuat perjanjian sewa-menyewa di depan Notaris. Maka berdasarkan pasal 1338 BW yang menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka pihak PT Sentra Bisnis  dan Sumardi mempunyai keterikatan untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi perjanjian.
 Perjanjian tersebut tidak boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena perjanjian yang telah dilakukan oleh PT Sentra Bisnis dan Sumardi tersebut dianggap sudah memenuhi syarat, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 BW.Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.      Suatu hal tertentu;
4.      Suatu sebab yang halal.
Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah adanya kesepakatan, karena pihak PT Sentra Bisnis dan Sumardi dengan rela tanpa ada paksaan menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT Sumardi yang dibuktikan dihadapan Notaris. Namun pada kenyataannya, Sumardi tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua kewajibannya kepada PT Sentra Bisnis, dia tidak pernah peduli walaupun tagihan demi tagihan yang datang kepanya, tapi dia tetap berisi keras untuk tidak membayarnya.  Maka dari sini Sumardi bisa dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian.
Dengan alasan inilah pihak PT Sentra Bisnis setempat melakukan penutupan Master Electronik secara paksa dan menggugat Sumardi di Pengadilan Negeri Depok. Dan jika di kaitkan dengan Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT Sentra Bisnis bisa dibenarkan. Dalam pasal 1240 BW, dijelaskan bahwa :Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu. Dari pasal diatas, maka pihak PT Sentra Bisnis bisa menuntut kepada Sumardi yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Sentra Bisnis.

Selasa, 27 Maret 2018

HUKUM PERJANJIAN DAN HUKUM DAGANG

HUKUM PERJANJIAN DAN HUKUM DAGANG

Disusun Oleh :
Alfian Wahyu W (20216566)
Arif Rahman May S (21216065)
Aulia Fauzy P (21216196)
Tasman (27216304)

Kelas : 2 EB 18


UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2017/2018
Hukum Perjanjian
Janji adalah akad, ijab, kesanggupan, kesepakatan, komitmen. Perjanjian adalah perikatan di mana hak dan kewajiban yang timbul dikehendaki oleh para pihak (subyek hukum). Setiap orang berhak mengadakan perjanjian, dengan syarat perjanjian itu memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

a. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian(konsensus); Persetujuan kehendak ini sifatnya bebas, artinya tidak ada paksaan atau tekanan baik berupa kekerasan fisik atau upaya untuk menakut-nakuti  dari pihak manapun juga agar orang tersebut mau menyetujui perjanjian, persetujuan membuat perjanjian ini benar-benar keinginan sukarela para pihak. Dalam hal ini juga tidak ada kekhilafan dan tidak ada penipuan. Suatu perjanjian yang di dalamnya terdapat kekhilafan atau penipuan maka perjanjian tersebut menjadi batal.

b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (capacity);
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian di sini maksudnya adalah pihak yang membuat perjanjian telah dewasa sehingga ia dikatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Dewasa dalam hal ini artinya ia telah berumur 21 tahun atau sudah menikah sebelum berumur 21 tahun. Berdasarkan ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, seseorang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, di bawah pengampuan, dan wanita bersuami.

c. Suatu hal tertentu (objek);
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata prestai atau objek hokum dibedakan atas:
Memberikan sesuatu;
Berbuat sesuatu;
Tidak berbuat sesuatu.
d. Suatu sebab yang halal (causa).
Sebab yang halal berdasarkan Psal 1320 KUHPerdata ini memiliki arti tentang isi perjanjian itu, bukan merupakan sebab yang mendorong seseorang membuat suatu perjanjian.
Syarat (a) dan (b) yang dikemukakan di atas tadi disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri  orang yang mengadakan perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan. Dalam keadaan ini maka akibat-akibat yang timbul dari perjanjian itu dikembalika ke keadaan semula sebelum diadakannya perjanjian.
Syarat  (c) dan (d) disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang dijadikan objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum dengan dimintakan pembatalan kepada hakim.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut kemudian mempunyai kekuatan mengikat seperti undang-undang. Hal ini diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu “Semua perjanjian yang dibuat dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang mempunyai kekuatan sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.  Jika ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, maka dianggap sama dengan melanggar undang-undang, sehingga diberi akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum.

Berdasarkan kedua Pasal di atas tadi, maka setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan isi pasal-pasal tersebut. Perjanjian seperti ini disebut  mempunyai “sistem terbuka”, karena  dapat dilakukan oleh setiap orang. Adapun macam perjanjian ini adalah:
·       Perjanjian jual beli
·       Perjanjian sewa-menyewa
·       Perjanjian pinjam-meminjam
·       Perjanjian tukar-menukar
·       Perjanjian kerja
·       Perjanjian hibah
·       Perjanjian penitipan barang
·       Perjanjian pinjam-pakai
·       Perjanjian pinjam-mengganti
·       Perjanjian penanggung utang
·       Perjanjian untung-untungan
·       Perjanjian pemberian kuasa dan
·       Perjanjian perdamaian.
Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Asas-asas tersebut, adalah:
a. Asas kebebasan berkontrak
Berdasarkan asas ini setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baikyang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Namun kebebasan ini dibatasi oleh 3 hal, yaitu:
Tidak bertentangan dengan Undang-undang;
Tidak bertentangan dengan ketertiban umum;
Tidak bertentangan dengan kesusilaan.
b. Asas pelengkap Asas ini mengandung arti jika ada hal-hal yang tidak diatur dalam perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak, maka berlaku ketentuan undang-undang. Hal ini hanya berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak.
c. Asas konsensual
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian terjadi saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara para pihak, dan sejak saat itu timbul hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.

d. Asas obligator
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat para pihak hanya baru menimbulkan hak dan  kewajiban saja, belum terjadi peralihan hak milik. Hak milik beralih apabila dilakukan perjanjian yang bersifat kebendaan, yaitu melalui penyerahan (levering).
Jenis-jenis perjanjian berdasarkan kriterianya:

a.      Perjanjian timbal balik dan sepihak
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik. Misalnya perjanjian jual beli, dalam perjanjian ini pihak pembeli wajib menyerahkan uang sebagai bukti pembayaran dan pihak penjual wajib menyerahkan barang yang dijualnya.

b.     Perjanjian bernama dan tak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri dan ddiatur KUHPerdata dan KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

c. Perjanjian obligator dan kebendaan
Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban.Perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang untuk memindahkan hak milik, seperti perjanjian jual beli; atau memindahkan penguasaan atas benda, seperti perjanjian sewa-menyewa.

d. Perjanjian konsensual dan real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang baru menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak, tujuan perjanjian baru tercapai jika ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya sekaligus dengan realisasi tujuan , yaitu pemindahan hak.
Misalnya: A telah mengadakan perjanjian dengan B untuk mengadakan sebuah pertunjukan musik. B tanpa alasan yang jelas menyatakan tidak akan tampil dalam pertunjukan tersebut, sehingga dengan terpaksa A membatalkan pertunjukannya. Dalam hal ini yang termasuk dalam kerugian yang benar-benar telah dikeluarkan oleh A adalah biaya-biaya persiapan yang telah dikeluarkannya untuk pertunjukan ini. Kehilangan keuntungan yaitu hilangnya pendapatan dari penjualan tiket pertunjukan.
Pihak dalam sebuah perjanjian yang dianggap lalai dapat melakukan pembelaan dengan mengatakan bahwa ada hal-hal atau keadaan-keadaan di luar kekuasaannya yang memaksanya sehingga ia tidak dapat menepati apa yang menjadi kewajibannya dalam suatu perjanjian. Hal ini disebut Overmacht (keadaan memaksa). Untuk dapat dikatakan keadaan memaksa, keadaan yang timbul harus berupa suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya tidak dapat dipikul risikonya oleh pihak yang dianggap lalai tersebut. Jika ia dapat membuktikan bahwa ia benar-benar dalam keadaan overmacht, maka hakim dapat menolak tuntutan yang diajukan kepadanya.
Keadaan memaksa (overmacht) berdasarkan sifatnya terdapat 2 macam, yaitu:

a. Bersifat mutlak (absolut)
Salah satu pihak tidak mungkin lagi melaksanakan perjanjian, misalnya karena objek perjanjian telah musnah karena bencana alam.




b. Bersifat tak mutlak (relative)
Suatu perjanjian masih dapat dilaksanakan, tetapi dengan adanya pengorbanan yang sangat besar dari salah satu pihak, misalnya harga barang yang diperjanjiakan tiba-tiba melambung tinggi atau pemerintah dengan tiba-tiba mengeluarkan suatu peraturan bahwa dilarang untuk mengeluarkan suatu macam barang dari suatu daerah tertentu dan jika melanggar akan dikenakan hukuman.

CONTOH SURAT KONTRAK

  SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama :
Tempat tanggal lahir :
Alamat :
Pekerjaan :
Yang selanjutnya dalam surat perjanjian ini disebut sebagai pihak kesatu (1).
 2. Nama :
Tempat tanggal lahir :
Alamat :
Pekerjaan :
Yang  selanjutnya dalam surat perjanjian ini disebut sebagai pihak kedua (2).

Kedua belah pihak telah sepakat mengadakan perjanjian ….., yang diatur dalam pasal-pasal seperti  di bawah ini:
Pasal 1
(memuat hal-hal yang diperjanjikan, hak dan kewajiban para pihak)
Pasal 2
(memuat sanksi apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya)
Pasal 3
(memuat tentang cara penyelesaian masalah apabila terjadi perselisihan)

Bandung, ……… 20..

Saksi:
1.
2.
3.

Pihak kesatu                                                                          Pihak kedua

(                      )                                                                            (                      )



Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.

Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada
1) Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang
hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ). Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat.

Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal.
Kasus hukum dagang 1
Kasus hukum dagang berikut ini sebenarnya merupakan bagian dari hukum kepailitan. Namun kepailitan juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Berikut ini kasus hukum dagang 1.
Sebuah perusahaan mempunyai utang kepada tiga kreditur. Perusahaan tersebut berjanji akan membayarnya sesuai perjanjian yang telah disepakati kepada ketiga kreditur tersebut. Setelah dilakukan beberapa kali penagihan hingga jatuh tempo, utang itu belum juga dilunasi oleh perusahaan itu. Dalam kondisi seperti ini bisakah perusahaan dipailitkan?
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan ke pengadilan Niaga. Pengajuan itu harus memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan. Ketentuan yang dimaksud dalam pasal tersebut secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar luna sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi.
Undang-Undang Kepailitan juga mengatur syarat pengajuan pailit terhadap debitur-debitur tertentu sebagai berikut:
1.      Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia
2.      Dalam hal debitu adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dalam diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
3.      Dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.